Hukum Berdzikir Dengan Menggunakan ‘Tasbeh’
Pertanyaan: Disebutkan
dalam hadits, “Setiap bid’ah itu sesat” yang artinya bahwa tidak ada
bid’ah kecuali itu pasti sesat, dan tidak ada bid’ah hasanah kerena
setiap bid’ah itu sesat. Pertanyaannya apakah ‘tasbeh’ dianggap bid’ah?
Dan apakah ‘tasbeh’ termasuk bid’ah hasanah atau di halalakan?
Jawaban:
Tasbeh bukan bid’ah agama, karena seseorang tidak bermaksud beribadah
kepada Allah dengan tasbeh, akan tetapi bermaksud menghitung dengan
tepat bilangan tasbih, tahlil, tahmid dan takbir yang diucapkan. Jadi
tasbeh ini merupakan perantara, bukan tujuan.
Tapi yang lebih utama adalah bertasbih dengan menggunakan jari-jari tangannya karena alasan-alasan berikut:
Pertama: Bahwa jari-jari itu kelak akan disuruh berbicara sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi shalallahu alaihi wa salam.
Kedua: Bahwa bilangan
tasbih atau lainnya dengan menggunakan tasbeh bisa menyebabkan seseorang
lengah. Kadang kita saksikan banyak orang yang menggunakan tasbeh
mengucapkan tasbih tapi matanya melirik kesana kemari, karena mereka
telah mengandalkan biji-biji tasbeh itu untuk menghitung tasbih, tahlil,
tahmid atau takbir yang dikehendakinya. Dan kita dapati sebagian mereka
menghitungnya dengan biji-biji tasbeh sementara hatinya lengah, mereka
melihat ke kanan dan ke kiri. Hal ini akan berbeda jika mereka
menghitungnya dengan jari tangan, karena biasanya akan lebih
mengkonsentrasikan hati.
Ketiga: Bahwa menggunakan tasbeh bisa mendatangkan riya’.
Kita jumpai sebagian orang yang senang banyak bertasbih mengalungkan
tasbeh-tasbeh panjang di leher mereka dengan jumlah biji-bijinya yang
banyak, dengan begitu seolah-olah lisan mereka mengatakan, ‘lihatlah
kepada kami, kami memuji Allah dengan bilangan biji-biji tasbih yang
banyak ini.’ Astagfirullah saya tidak bermaksud menuduh mereka demikian,
tapi saya mengkhawatirkan demikian.
Ketiga hal ini harus dihindari oleh orang
yang bertasbih menggunakan tasbeh, dan hendaknya ia bertasbih,
mensucikan Allah dengan jari-jari tangannya.
Kemudian dari itu, bahwa menghitung bilangan tasbih itu dengan menggunakan jari-jari tangan kanan, karena Nabi shalallahu alaihi wa salam
menghitung bilangan tasbih dengan menggunakan tangan tangannya, dan
tidak diragukan lagi bahwa yang kanan lebih baik daripada yang kiri.
Karena itu mengganakan tangan kanan lebih utama daripada menggunakan
tangan kiri. Nabi shalallahu alaihi wa salam pun pernah
melarang seorang laki-laki makan atau minum dengan tangan kirinya, dan
pernah pula beliau menyuruh seseorang makan dengan tangan kanannya,
beliau bersabda,
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
“Nak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat kamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sabda lainnya beliau menyebutkan,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ
بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ
يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ
“Apabila salah seorang kalian makan,
maka hendaklah ia makan dengan menggunakan tangan kanannya, dan apabila
ia minum, maka hendaklah minum dengan menggunakan tangan kanannya.
Karena sesungguhnya setan makan dan minum dengan menggunakan tangan
kirinya.” (HR. Muslim)
Karena itu, menggunakan tangan kanan
untuk menghitung bilangan tasbih lebih utama daripada menggunakan tangan
kiri, hal ini sebagai pelaksanaan mengikut As-Sunnah dan lebih
mendahulukan yang kanan. Nabi shalallahu alaihi wa salam sangat
senang mendahulukan yang dalam mengenakan sandal, memulai langkah dan
dalam bersuci serta hal-hal lainnya. Dengan demikian, bertasbih dengan
menggunakan tasbeh tidak dianggap bid’ah dalam agama, karena yang
dimaksud bid’ah yang terlarang itu adalah bid’ah dalam perkara agama,
sedangkan bertasbih dengan menggunakan tasbeh hanyalah merupakan
perantara untuk menghitung bilangan dengan tepat. Jadi hanya merupakan
perantara yang marjuh. Namun demikian lebih utama menghitung bilangan
tasbih dengan menggunakan jari tangan.
Nur’ala Ad-Darb, hal. 68, Syaikh Ibnu Utsaimin. Dinukil dari Fatwa-Fatwa Terkini edisi Indonesia, hal. 419